Rabu, 14 Januari 2009

Saat kami di tinggal pergi

Di balik dapur redaksi
Ambaryani

“Buk…Ape kabar? Warta dah terbit? Ari ape gak kbarnye? Peneng, stres ke die? Mak Nyah (begitu biasanya Hardianti memanggil Heriyanto) buat tugas gak? Atau ketika Yanti pulang nanti, Yanti bakalan kenak hukum?”, begitu kira-kira email Hardianti padaku seminggu setelah kebrangakatnnya ke Oregon Amerika.
Sejak tanggal 2 Januari kami resmi ditinggal ketua umum kami. Tak selang beberapa lama kami kembali kehilangan antek penting kami. Dian Kartika Sari pimpinan redaksi kamipun terbang ke Negara yang sama, hanya berbeda wilayah saja. Dian di Arizona.
“Kak, ngapa harus Ari? Tak bise bah Ari tu…”, Ariyunaldi yang didaulat untuk menjadi ketua umum sementara selama kepergian Hardianti sempat kebingungan dan protes .
“Tadak be Ri…duak bulan jek be…tadak lamak”, kata Hardianti menghibur.
“Tapi tetap jak tak bise”, kali ini muka Ari memerah, menandakan kekhawatiran yang luar biasa.
Tak hanya Ari yang merasa kebingungan. Teman-teman pengurus LPM yang lain pun merasakan kekhawatiran itu. Aku, sebenarnya merasakan kekhawatiran yang sama. Bahkan mungkin lebih dari apa yang Ari rasakan. Aku takut, aku tak bisa mengemban tugas menjadi pimpinan redaksi selama kepergian Dian Kartika Sari.
Suhu di kantor redaksi sempat beku, tak ada reaksi dari penghuninya. Aku bisa melihat kebimbangan teman-temanku yang lain. Terlebih masih ada beberapa Pr (pekerjaan rumah) yang belum selesai ketika mereka berdua, Yanti dan Dian pergi.
“Apa yang akan terjadi dengan LPM selama dua bulan ini?”. Hah…aku menghela nafas panjang, melepas sedikit beban yang kurasakan.
“Mbak….apa yang mau kita angkat untuk penerbitan edisi ini?”, Ari menanyakan perihal penerbitan padaku. Saat itu, aku, Ica, Lilis, Ari, Heri dan Syahbudin sedang menikmati gorengan di kantin Buk Karim.
“O…ye, apa ya yang mau kita ambil untuk penerbitan kita ni?”, aku balik bertanya pada Ari dan yang lainnya.
Pembicaran itu pun akhirnya mengalir begitu saja, hingga kami mendapatkan beberapa keputusan untuk penerbitan dan untuk kembali menjalankan roda kepengurusan LPM. Aku bisa merasakan semangat yang dimiliki teman-temnku.
Pembicaraan itu akhirnya kami lanjutkan dengan rapat umum dan rapat redaksi di kantor resaksi sekaligus penugasan (untuk liputan).
Wartawan mulai melakukan liputan. Anggota barupun sudah kami arahkan untuk penugasan. Sesuai dengan mandat yang telah diberikan oleh Hardianti. Semangat itu mulai muncul kembali.
Tapi, lagi-lagi kekhawatiran kembali muncul.
“Cemane ni lay outnye? Ambar belum bisa benar. Heri udah bisa ya? Heri kan kemaren udah belajar sebelum kak Yanti pergi”.
“Belom tau benar”, jawab Heri singkat.
“Ya Tuhan…apa yang akan terjadi dengan terbitan kami kali ini?”, kekhawatiranku semakin bertambah.
Aku dan teman-teman sudah telanjur berjanji tak akan mengecewakan dua orang teman kami. Kami juga sudah terlanjur bertekad, apapun yang yang akan terjadi dan apapun hasilnya, kami akan tetap beruasaha sebisa mungkin agar Warta bisa terbit. Itu komitmen kami. Tapi tetap saja, kami ingin memberikan yang terbaik. Tapi jika yang kami hasilkan tak seindah yang kami harapkan, itulah kemampuan yang kami miliki.
Proses peliputan sudah berjalan.
“Mbar, cemane ni? Ade narasumber yang tak mau di wawancarai”, Lilis wartawan kami, sekaligus ketua devisi peruasahaan tergopoh-gopoh menghampiriku. Dia tampak panik, karena tugasnya belum juga selesai. Date line pengumpulan berita sudah dekat.
“Emang kenapa Lis sampai tak mau di wawancarai? Katanya dia sibuk, banyak agenda. Dia bilang bisa di wawancrai haru Jum’at. Padahal kite kan nak ngeja date line. Dia tak mau tahu tentang itu. Mbar…Lilis diomelnya”, Lilis berbicara dengan wajah yang nampak lelah.
“Ya udah, nanti Lilis temui lagi. Siapa tahu beliau udah mau di wawancarai”, kataku.
“Ye lah…”, Lilis pasrah.
Marisa, Erika, Syahbudin, Septian, Zainuddin, Sabri tampak sibuk mencari sumber berita masing-masing. Hanya Heriyanto dan Ari Yunaldi yang tak begitu sibuk. Mereka hanya mendapat tugas untuk menghandle opini atau artikel, surat pembaca, foto dan karikatur. Aku sendiri harus mengkoordinir tulisan dari tiga Himpunan Mahasiswa Jurusan, Tarbiyah, Syariah dan Dakwah. Aku juga harus menangani kolom prasasti dan resensi.
Kamis, proses pengeditan sudah dimulai. Proses lay out serabutan. Dan belum tahu seperti apa hasilnya. Kita tunggu aja…

Tidak ada komentar: