Rabu, 14 Mei 2008

Sabtu Minggu

Sabtu Minggu....
Oleh : Ambaryanni

Awalnya aku pesimis untuk hadir diacara pelatihan bahasa Inggris yang diadakan oleh Genta Course yang berlangsung di Jl. Sumatra sabtu 12 April kemaren. Pesimis karena teman-temanku telah berada disana sedangkan aku telat. Walaupun posisiku diasan bukanlah peserta tapi panitia yang direkomendasikan langsung oleh K Amalia Irfani dosenku sekaligus istri dari Iswardani pemimpin Genta Course. Tapi tak disangka hari itu ada rona lain dari kepesimisanku. Hari itu aku harus masuk kuliah terlebih dahulu, karena sesuai dengan perjanjian hari sebelumnya kami akan mengikuti ujian tengah semester (UTS) mata kuliah Public relation.

Malam harinya kau baca semua bahan yang kumiliki. Tak cukup sampai disiutu, aku juga membuka kembali file-file tugasku. “Aku harus membaca kembali tugas-tugasku, aku yakin banyak yang bisa kudapat dari sana”, aku berbicara dalam hati malam itu. Membaca semuanya dan mencoba menyimpan dalam memoriku agar besok aku tidak menemui kesulitan saat UTS.

Esok harinya saat tiba di kampus, kulihat teman-temanku masih santai dipendopo (bagunan yang mirip pondok ditepi kolam, yang sekelilingnya ditanam bunga-bunga dikampus yang sering dijadikan tempat santai dan tidak jarang juga untuk tempat kuliah). Artinya belum masuk.

Usai ku parkirkan motorku, langsung ku sambangi mereka yang tampak asik berbicara. “Eh belom masok ke? Jam berape kite masok ni?” tanyaku pada mereka.

“Kata ibuk bentar lagi”, temanku lilis dengan suaranya yag lembut menjawab.

“O bentar lagi!” aku menyambut kata-kata Lilis dalam hati. Akhirnya aku berkumpul bersama mereka sambi membaca-baca kembali materi yang akan diujikan. Teman-temanku yang lain juga tampak mengisi waktu dengan membaca buku yang dipegangnya masing-masing.

“Ah lama sekali, kenapa belum masuk? Padahal aku harus cepat biar bisa langsung ke tempat pelatihan biar ngak terlalu lama telatnya”, pikiranku berkecamuk. “Duh ibuk cepetan masuk dong!, aku lagi-lagi bergumam.

Tak lama kemudian Bu Yaya (maksudku Ria Hayatunnur Taqwa tapi kami sering menyapanya dengan nama Yaya) dosen yang mengampu mata kuliah Public Relation menghampiri kami. “Kita masuk dimana? Di bawah atau diatas? Tapi kalau bisa dibawah jak ya!”, ia menan yakan pada kami.

“Dibawah juga boleh buk!”, salah satu dari kami menjawab, tapi aku tak tau pasti siapa itu.
“Di sinik jak Buk!”, temanku memberikan pilihan.
“Disini juga boleh, cuma untuk menjelaskan ini bah!”, bu Yaya menegaskan sambil menunjukkan kertas yang sudah dipotong kecil-kecil ditanganya.
Kami semua berkumpul di pendopo. Setelah semuanya mendapatkan tempat duduk, lalu bu Yaya mulai membuka kelas itu.

“Assalamualaikum Wr. Wb. Jadi untuk UTS nya ini ada pertanyaan-pertanyaan saya mau kalian mengerjakanya sendiri, saya harap kalian tidak copy paste punya teman, saya juga maunya kalian menjawab tidak hanya ya atau tidak, tapi dijelaskan”, bu Yaya berbicara dengan suara yang tidak begitu lantang.

“O jadi kita kerjakan di rumah ni bu UTS nya? Diketik? Tanya Zainuddin ketika mendengar penjelasan bu Yaya.
“Ngak Zai, ditulis tangan!, ya iyalah diketik gimana she”, bu Yaya dengan nada santai tapi pasti, menagkis pertanyaan Zai dan Zai pun menganguk.
“Udah paham semua?”, Bu Yaya kembali bertanya pada kami.
“Udah ginik jak ni UTS kita bu?”, Sabri bertanya.
“Ya udah maunya gimana?”, bu Yaya kembali bertanya sambil tertawa.
“Habis ini kite balek ni bu?” lagi-lagi Sabri bertanya.

“Ya yang mau pulang, pulanglah! Yang mau cari bahan ya carilah!” tukas bu Yaya.
“Saya harap kalian sunguh-sunguh mengerjakanya, dan kelas kita selesai Bilataufik Wal Hidayah Wassalamualaikum Wr. Wb”. Bu Yaya mengakhiri perkuliahan hari itu lantas pergi, dan kami pun bubar melakukan aktifitas masing-masing.

Aku langsung pergi menuju Jl. Sumatara. Setibanya di sana, aku lalu menelfon salah satu temaku. ‘Ka! Keluarlah Ambar di depanni!”.
“Masuk jak, Yanti lagi jaga registrasi ni!”.

Aku langsung masuk. Ketika memasuki ruangan itu, kulihat beberapa orang mondar-mandir diruangan bagain dalam. Semoga saja ini tempatnya. Aku terus berjalan dengan langkah yang ragu. Dari kejauhan, terlihat pak Haitami ketua STAIN Pontianak sedang duduk dimeja kehormatan bersama Iswardai pemilik bimbingan belajar ini yang telah kukenal sebelumnya.

“Ternyata ruangan pelaksanaanya tidak sulit untuk dilacak”, aku mendesah lega. Dibagian luar ruangan, sisi kiri dan kanan tampak beberapa orang berseragam kuning. Mereka tampak sibuk mempersiapkan banyak hal. Tak berfikir lebih lama, aku lantas masuk keruangan.

Dimeja registrasi yang terletak di sebelah kanan pintu bagian dalam ruangan tampak ketiga teman-teman ku yang terlebih dahulu sampai ditempat itu, mereka Hardianti, Ira Humaira dan Badliana.
“Hei sibuk ya?”, aku menyapa untuk menghilangkan nerfous ku.
“Ndak ga!”, sahut mereka hampir serentak.
“Ikutan lah! Tak nyaman ni Ambar kan datang belakangan”, aku mendesak mereka untuk berbagi tugas dengan ku.

“Ambeklah kursi sanak!”, kata Badliana agak berbisik.
Aku tak lantas mengambil kursi seperti yang Badliana perinntahkan. Ku amati hampir setiap sudut ruangan yang hampir tak berdekorasi tapi tetap tampak kesan eleganya, dengan ukiran-ukiran disekeliling dibagian tepi atas ruangan, meja yang tersusun rapi didepan sisi kiri dan kananya untuk pemateri serta panitia dan kursi yang tersusun rapi untuk peserta.

Kusapukan pandangan, dan kutemui sosok yang tak asing dipenglihatanku. Wanita itu mengenakan pakaian dan jilbab berwarna biru dongker yang dipadukan dengan celana panjang berwarna coklat susu.

“Ka! Maaf ye Ambar telat”, aku menyapa wanita itu sambil berjabat tangan.
“Tak ape-ape, dudok lah!”, wanita yang bernama Amalia Irfani itu membalas sapaanku dengan hangat. Amalia Irfani memang sosok dosen yang hangat, bisa diajak bersahabat bahkan tak sedikit mahasiswanya yang menyapanya dengan sapaan kakak.

Tak beberapa lama setelah berbincang-bincang dengan ku, K Fani lantas berpamitan denganku. “Kakak kedepan lok ye! Bang Dani nyuruh kakak jadi operator”, ia pun langsung menuju bangku yang telah tersusun rapi di depan.

Aku masih bertahan ditempatku, tapi itu tak lama. Aku merasa tak nyaman duduk sendiri lantas menuju bangku dibelakang dimana ketiga temanku duduk disana. Hanya ada tiga kursi disana, tapi dasar aku yang keras kepala tak mau mengalah walaupun posisiku lebih rendah dikampus (adik tingkat).

Tak peduli dengan komplen ketiga temanku, yang sedari tadi menyuruhku mengambil kursi, tapi aku tak mengubrisnya dan aku pun langsung duduk diantara mereka bertiga. Kami bertiga ikut menyimak dengan seksama meteri yang disampaikan oleh Iswardani hari itu. Banyak sekali hal yang didapatkan dalam pelatihan itu.

Kami bertiga sempat menemui titik kejenuhan hari itu. Tapi hal itu tak lagi kami rasakan ketika kami mendapatkan cara baru untuk mengasah kemampuan dalam menguasai kosa kata. Sore itu peserta diajak untuk bermain key words (kata berantai). Peserta di bagi-bagi menjadi beberapa kelompok dan dipimpin oleh instruktur yang bertugas mengarahkan peserta dalam memainkan permainan itu.

Kami memang tak bergabung diantara peserta lainya. Tapi kami juga melakukan game tersebut ditempat duduk kami. Keasiyikan kami dapatkan saat itu dan keasikan tersebut kami rasakan hingga hari terakhir pelatihan.

Tidak ada komentar: