Rabu, 06 Mei 2009

Di Penghujung Kesempatan

Oleh : Ambaryani

Kamis 30 April 2008. Aku dan teman-temanku kembali memasarkan WARTA STAIN. Usai kuliah, teman-temanku berkumpul di ruang redaksi WARTA. WARTA harus dilipat dan lain sebagainya, sebelum akhirnya sampai di tangan pembaca. Kami melakukannya bersama-sama. Manual, tak ada dibantu mesin.
Abah Press, hanya bisa cetak saja. Tidak dengan melipat. Mesin cetak Abah Press, kecil. Bahkan tak bisa untuk cetak dengan ukuran kertas besar A3. Hanya bisa kertas folio. Di Abah Press lah selama ini WARTA melaui proses cetak.
Teman-temanku menyepakati WARTA kali ini adalah WARTA edisi bulanan. Kami menyepakatinya. Halaman lebih tebal. 32 halaman. Liputan lebih panjang. Ada beberapa kolom khusus yang kami munculkan hanya pada edisi bulanan. Kolom riset misalnya. Tapi kedepan, kolom riset akan menjadi kolom mingguan.
Proses peliputan, pengetikan berita, editing, layout berlangsung 2 minggu. Prosesnya agak sulit. Terlebih saat hendak riset berlangsung. Teman-temanku kualahan. Dosen-dosen yang hendak di konfirmasi sedang sibuk. Saat itu dosen-dosen STAIN sedang sertifikasi. Bahkan kolom opini umum yang harusnya diisi oleh dosen pun kosong. Dosen tak sempat dan benar-benar sibuk saat itu. Tapi alhamdulillah, semuanya bisa kami tangani.
Ditengah-tengah proses pengeditan dan layout, Dian Kartika Sari, pimpinan redaksi dan Hardianti ketua umum Lembaga Pers Mahasiswa memberitahukan hal yang sangat mengejutkan.
”WARTA ni, edisi terakhir masa pengurusan kite mbak”, kata mereka berdua.
Aku terdiam saat mendengarnya. Tiba-tiba aku merasa akan ada sesuatu yang akan hilang.
”Benarlah ka ni edisi terakhir kepengurusan kite?”.
”Ye lah. Kite kan nak mubes bentar lagik”, kata Dian.
Aku tak berkata apa-apa.
Semua proses selesai. Walaupun ada beberapa yang terlewatkan. Kami lupa mencantumkan pemberitahuan kepada pembaca jika WARTA kali ini adalah WARTA terakhir periode kepungurusan Hardianti dan kawan-kawan.
Siang itu aku dan Marisa yang mengurus pembuatan plat dan ke percetakan (Abah Press).
Esoknya, semua teaman-teman harus kembali ke lapagan. Bukan untuk peliputan. Melainkan untuk penjualan WARTA. Teman-temanku nampak bersemangat menawarkan WARTA di hampir seluruh sudut kampus. Tak terkecuali aku.
”Mbar, siape yang pegang WARTA hari ni? Kalau nak ambek banyak berape harge?”, tanya Bang Taqin, asisten Pembantu Ketua III.
”Ambar ade pegang bang. Ngape? Harge tetaplah. Untuk dosen 2000, mahasiswa 1500”, kataku.
Bang Taqin menawar harganya. Dia mau ambil 10 ex. Akhirnya setelah bernegoisasi, aku menyepakati WARTA di jual dengan haraga 1500 kepadanya dengan jumlah 10 ex yang akan dibeli.
Awlanya, aku heran. Mengapa tiba-tiba, Bang Khairu Mutaqin memesan WARTA begitu banyak. Setelah bertemu dengannya di Cairu, baru aku tahu apa tujuannya membeli WARTA 10 ex sekaligus.
”Ni, kasi MPM 1, BEM 1. Yang penting ni udah ku bayar”, kata bang Taqin.
Aku mengiyakan permintaanya.
Sehari kemudian setelah proses penjualan rampung, beberapa teman kampus yang pernah duduk di BEM STAIN Ponbtianak, menunjukkan rasa tidak senangnya terhadap pemberitan kami.
”Wah-wah kitak ni. Mbar, mauk kenak serang ke ape? Buat tulisan macam tu”, kata bang Khairu Amru, saat aku dan teman-teman LPM makan di kantin. Bang Sugeng yang ada dibelakangnya memilih diam.
”Nyantai bang. Tak ade maksod ape-ape kamek ni”, kata Dian menyela pembicaraan Khairu Amru.
”Kitak ni sekarang macam silet pulak ye. Mengupas secara tajam, setajam silet”, kata Amru meniru jargon salah satu acara di stasiun telivisi.
”Ape pulak begituk bang?”. Kali ini Yanti yang angkat bicara.
Setelah proses makan selesai, aku dan teman-temanku mebicarakan reaksi yang kami dapatkan hari itu. Akhirnya, dengan kesepakatan pengurus LPM plus kesepakatan UKM dan tiga HMJ, akmi mengadakan diskusi KBM, Sabtu 2 Mei lalu. Kami menghadirkan MPM dan BEM sebagai pembicara. LPM menjadi fasilitator.
Sayang sekali aku tak bisa mengikuti jalannya diskusi. Aku harus kuliah. Dari beberapa cerita yang kudapatkan dari beberapa teman, disukusi yang dipandu oleh Hardianti itu berlangsung lancar.
Ditengah-tengah proses berjalannya diskusi, suasana sempat memanas. Tapi akhirnya suasana bisa dikendalikan dan diskusi beakhir damai dan tertib. Tak ada lagi ganjalan yang ada. Aku dan teman-teman LPM pun tak lagi khawatir dengan kondisi yang tercipta dari pemberitan kami. Karena UKM dan HMJ sempat memanas saat mendapati fakta yang kami sajikan.
Semuanya berakhir dengan indah. Aku dan teman-teman bisa tersenyum lega. Walaupun ada rasa khawatir akan kehilangan kebersamaan yang telah tercipta antara seluruh pengurus LPM periode ini.

Tidak ada komentar: