Senin, 16 Juni 2008

Duh Televisi!!!

Duh Televisi
Oleh: Ambaryani

Media masa adalah salah satu sarana atau alat yang dapat digunakan dalam proses komunikasi. Televisi misalnya. Televisi dapat dijadikan alat (media) yang efektif dalam proses komunikasi. Akan tapi saat ini, apakah televisi sudah benar-benar menjadi media yang efektif untuk dijadikan media komunikasi?
Media atau alat komunikasi memiliki fungsi dasar dalam bidang komunikasi. Menurut Onong Uchjana yang menulis tentang komunikasi, fungsi dari media adalah untuk menyiarkan informasi (to inform), mendidik (to educate), menghibur (to entertain), dan untuk mempengaruhi (to influence). Begitu juga dengan televisi.
Kehadiran televisi di tengah-tengah masyarakat, harusnya mampu menjadi alat untuk menyiarkan informasi yang benar-benar masyarakat butuhkan. Informasi yang berkaitan dengan banyak aspek. Bisa saja aspek sosial, ekonomi, pendidikan, agama dan bidang yang lainya. Aspek pendidikan yang diinformasikan oleh media, televisi khususnya merupakan fungsi media yang kedua, yaitu mendidik.
Media pada esensialnya harus berjalan sesuai dengan fungsi keberadaanya. Akan tetapi kenyataanya apa yang terjadi saat ini? Coba analisis seberapa besar televisi mampu menjadi sarana untuk menyiarkan informasi yang benar-benar masyarakat butuhkan? Berapa persen media mampu mengcover semua informasi yang sangat vital bagi masyarakat?
Jika kita berbicara masalah informasi, apakah isi informasi tersebut mampu menjadi sarana pembelajaran bagi masyarakat yang mengkonsumsinya. Hal ini sesuai dengan fungsi televisi yang kedua media yang mampu memberikan aspek pendidikan pada masyarakat. Seberapa besar space (tempat atau ruang) yang disediakan untuk program tayangan pendidikan jika dibandingkan dengan ruang infotaimen atau hiburan? Bergesernya fungsi televisi, menjadi sebuah tanda bahwa sesungguhnya pada media tersebut ada istilah yang dikenal dengan noice (ganguan). Ganguan yang terjadi tersebut berkaitan langsung dengan proses komunikasi yang sedang dan terus berlangsung.
Hal ini sebenarnya harus menjadi perhatian bagi para pakar atau pengamat komunikasi. Dan hal ini sebenarnya harus senantiasa diwaspadai bagi masyarakat yang selalu dan senantiasa mengkonsumsi tayangan-tayangan televisi. Sudah saatnya pula masyarakat tidak hanya tinggal diam dan mennikmati tayangan yang disajikan, akan tetapi mampu menganalisis isi pesan yang disampaikan. Apakah yang disajikan oleh suatu media (televisi) sudah sesuai dengan fungsi dasar media atau bahkan bertolak belakang.
Dan saat ini pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana menjadikan media sebagai alat yang benar-benar berperan penting bagi masyarakat, bukan hanya berorientasi pada segi pendapatan atau keuntungan saja. Jika tidak bisa mengfokuskan pada program yang benar-benar sesuai dengan masyarakat, paling tidak kalau harus ada istilah balance (keseimbangan) antara informasi dan provit oriented, tidaklah menjadikan masyarakat korban secara tidak langsung dari apa yang mereka konsumsi dari media itu sendiri.
Tidak sedikit tayangan yang disajikan ditelivisi menjadi hal yang menghawatirkan bagi orang tua, jika memang mengutamakan masyarakat sebagai konsumernya. Mengapa tidak, tayangan yang disajikan sehari-hari jauh dari aspek yang bisa membina moral anak yang mengkonsumsi tayangan tersebut, malah sebaliknya memberikan pengaruh negativ. Tayangan televisi berdampak sangat besar bagi anak-anak, remaja yang belum bisa menyaring informasi atau tayangan yang mereka konsumsi.
Walaupun mungkin saat ini, ada unsur-unsur pendidikan, moral serta unsur keagamaan, tetapi persentase yang terbanyak dalam tayangan tersebut adalah hal yang bisa memberikan paradigma atau pemikiran negativ pada anak. Tidak jarang tayangan sinetron yang menampilkan aktor-aktor cilik, akan tetapi adegan-adegan yang ada didalamnya sudah mengarah pada adegan orang dewasa.
Tidak sedikit pula tayangan yang menyajikan romansa percintaan ditingkat sekolah dasar. Apakah yang seperti itu tayangan yang bersifat mendidik? Hal tersebut, menjadi sajian yang jauh dari nilai positif pada konsumen terutama anak. Tema-tema atau menjadikan sekolah sebagai setting dalam suatau sinetron, belum bisa menjamin tayangan tersebut dikatakan sebagai tayangan yang mendidik. Hal tersebut hanya menjadi latar belakang yang semu agar tayangan tersebut berbau pendidikan akan tetapi kata sesuai antara latar dan alur cerita jauh dari harapan.

Berapa banyak stasitun televisi yang memiliki program khusus religi (keagamaan) atau tayangan yang bernafaskan Islami. Tayangan yang benar-benar bernafaskan Islam bukan memanifestasi nilai-nilai Islam. Yang sering dijumpai selama ini adalah tema besar tayang adalah tema-tema Islam akan tetapi isinya bernilai mistik, dan Islam hanya sebagai simbolik saja.

Jika hal ini terus menerus terjadi, dibiarkan tanpa adanya tindakan tegas, apa yang akan terjadi pada bagsa Indonesia? Secara tidak langsung pemikiranya masyarakat sedang dijajah oleh tayangan-tayangan televisi yang jauh dari kata mendidik. Sudah terlalau banyak pergeseran nilai yanh terjadi pada media televisi. Siapakan yang bertanggung jawab terhadap hal ini? Siapa yang memegang andil? Apakah kita sebagai masyarakat awam hanya bisa tinggal diam?

Sudah saatnya masyarakat peduli dengan masa depanya sendiri. Apa yang harus dilakukan. Masyarakat bisa dengan melakukan tinjauan terhadap apa saja yang hendak dikonsumsi dari media, televisi khususnya. Apa yang memberikan banyak dampak negativ, hendaknya sudah mulai dihindari. Jika tidak mamapu memberikan perubahan pada masyarakat luas, paling tidak ada usaha untuk menyelamatkan diri sendiri. (Ambaryani, LPM STAIN Pontianak).

Tidak ada komentar: